Senin, 06 Desember 2010

Nikmat Terbesar Yang diberikan Allah Kepada Manusia

rasa anda semua semestinya mempunyai barang atau sesuatu yang amat dihargai. Mungkin kerana harganya yang mahal, kerana nilainya yang tinggi atau mugkin juga kerana siapa yang memberikannya. Sudah semestinya apabila kita mencintai sesuatu barang itu, kita akan menjaganya dengan penuh perhatian dan berhati-hati.

Jika kita sangat menyayangi handset kita contohnya, apa yang akan kita lakukan? Sudah semestinya kita akan menjaganya dengan penuh berhati-hati, tidak membiarkan screennya tercalar apalagi membiarkan ia terjatuh. Tatkala secara tak sengaja screen handset kita tercalar, runtunlah hati ini. Jika handset tadi kita misplace, lantas tidak kelam-kabut mencarinya di merata tempat. Jika setelah penat mencari tetap tidak berjumpa, murunglah diri ini selama beberapa hari. Kerana apa? Jelas dan nyata kerana cinta dan sayangnya kita kepada handset yang sangat bernilai dan berharga tadi.

Saudaraku,

Sedarkah kalian selain handset, laptop, kamera dan barang-barang lain yang kita anggap sangat berharga itu, kita juga mempunyai dua nikmat terbesar yang bukan semua manusia mampu memilikinya. Nikmat terbesar yang perlu kita hargai lebih dari yang lain-lainya. Nikmat yang perlu kita jaga dengan semaksima mungkin. Apakah dua nikmat itu?

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu dan telah Aku cukupkan nikmatKu atasmu dan Aku redha Islam sebagai agamamu”. (QS Al-Maidah : 3)

Sufyan Ibnu Uyainah berkata, “Tidak ada satu nikmat pun dari Allah untuk hambaNya yang lebih utama, daripada diajarkannya kalimat LA ILAHA ILLALLAH.”

Itulah nikmat yang terbesar. Dua nikmat yang merupakan nikmat IMAN dan nikmat ISLAM. Dengan keimanan di hati, maka seseorang itu akan ke syurga juga akhirnya. Islam, satu-satunya agama yang diredhai oleh Allah. Tiada pilihan agama lain bagi orang-orang yang ingin mencari keredhaan Allah kecuali hanya Islam.

Oleh itu, satu persoalan disini, sejauh manakah kita telah menghargai dan menjaga nikmat terbesar ini?

Tatkala handset kita rusak, maka segera kita pergi membaikinya,

Tatkala iman kita tercemar, adakah kita segera mengobatinya?

Apabila kita sentiasa menjaga handset kita dari terjatuh,

Adakah kita sentiasa menjaga iman di hati agar tidak merudum?

Kita akan marah dan tersinggun ketika orang lain menghina kualitas headset kita,

Sudahkah kita sentiasa menjaga kesucian dan kemulian Islam?

Jika semua persoalan diatas tidak mampu untuk kita menjawab, maka sedarlah bahwa perlunya kita berubah dalam segenap aspek agar apa yang kita perkatakan sebagai dua nikmat terbesar itu dapat kita kukuhkan lagi melalui perbuatan kita. Marilah kita bersama mengorak langkah mempertahankan nilai IMAN dan ISLAM yang telah turut diperjuangkan oleh Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- dan para sahabat.

Jadi bagaimana caranya untuk menjaga nikmat iman dan Islam ini?

Setiap perkara dosa sudah semestinya akan membawa kesan buruk untuk iman kita. Oleh itu, sangat banyak rasanya jika ingin dibicarakan. Oleh itu, saya mengambil beberapa perkara yang rasanya sangat sering berlaku di kalangan pemuda pada hari ini. Perkara yang berdosa yang dianggap enteng karena dianggap sebagai kebiasaan. Sehinggakan generasi seterusnya akan menyangka bahwa itu hanyalah kebiasaan.

Pada kali ini, saya ingin memperkatakan tentang dua pancaindera yang sangatlah perlu dijaga dalam usaha kita untuk memantapkan iman.

Mulut.

Salah satu anggota yang rasanya sangat aktif bekerja dalam kehidupan kita. Tapi apa yang dikatakan oleh mulut dapat menjadikan iman lemah dan semakin lemah.

“Tidak ada yang lebih berat pada timbangan orang mukmin pada hari kiamat melainkan akhlak yang baik dan sesungguhnya Allah -ta'ala- membenci orang yang berperilaku dan berkata jahat (caci dan cela).” (Hadis riwayat al-Tirmizi)

“Bukanlah seorang mukmin itu yang jadi pencaci, pelaknat, bukan juga yang suka berkata kotor atau lidahnya suka menyebut kata-kata yang hina.” (Hadis riwayat al-Tirmizi)

Dua hadis sahih di atas cukup rasanya untuk menjelaskan apa yang ingin saya sampaikan. Sangatlah tidak sepatutnya seorang manusia yang mengaku dirinya beriman sering kali mengeluarkan kata-kata yang hina dari mulutnya. Mungkin ada yang merasakan semua perkara-perkara ini telah mereka ketahui. Tetapi, sejauh mana perbuatan kita melambangkan kesadaran kita? Daripada perkataan-perkataan yang mencarut sehinggalah kepada perkataan-perkataan yang lucah, semuanya dianggap satu kebiasaan dan bahan untuk berhibur.

Daripada mulut yang kotor maka turunlah kesannya kepada hati. Dan apabila hati juga sudah menjadi kotor, maka merajalelalah syaitan sehingga manusia itu tidak langsung merasa bersalah atas apa yang telah dilakukannya.

Mata.

Anggota yang paling kuat bekerja selagi mana kita tidak tidur. Jadi, apa kaitannya mata dengan iman?

Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda yang artinya :

“Sesungguhnya pandangan matamu adalah salah satu dari anak panah beracun milik syaitan yang telah dikutuk oleh ALLAH. Barangsiapa yang menjaga pandangannya semata-mata kerana ALLAH, niscaya ALLAH akan memberikan kepadanya nikmat keimanan, sebagai kemanisan yang diperolehinya di dalam hati.” (HR Hakim)

“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki yang beriman supaya mereka menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram) dan memelihara kehormatan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka; sesungguhnya Allah Amat Mendalam PengetahuanNya tentang apa yang mereka kerjakan.” (QS An-Nuur : 30)

“Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram) dan memelihara kehormatan….” (Qs An-Nuur : 31)

Dalil-dalil di atas jelas mununjukkan kesan pandangan kepada iman kita. Allah telah memberi perintah kepada lelaki mahupun kepada perempuan agar mereka menundukkan pandangan mereka daripada perkara yang haram. Namun, mungkin ada pula yang mempersoalkan adakah memandang wanita bukan mahram itu terjatuh dalam kategori yang haram. Tetapi, dalil-dalil di bawah jelas menunjukkan hukum perkara ini.

Dari Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu riwayat Bukhary-Muslim, Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda:

Artinya : “Berhati-hatilah kalian dari duduk di jalan-jalan, mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah ada apa-apanya (bahayanya) dari majlis-majlis yang kami berbicara di dalamnya?’ Rasulullah s.a.w. menjawab, ‘Apabila kalian tidak mahu kecuali harus bermajlis, maka berikanlah kepada pejalan haknya,’ mereka bertanya, ‘Dan apa haknya?’ Rasulullah menjawab, ‘Menundukkan pandangan, menahan diri dari mengganggu, menjawab salam dan amar ma’ruf nahi mungkar.’.”

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bary (11/11), “Dalam hadis ini terdapat petunjuk bahwa Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- melarang duduk di jalan, hal ini untuk menjaga timbulnya penyakit hati dan fitnah dari memandang laki-laki ataupun wanita selain mahramnya.

Dari Jarir bin Abdillah -radliyallahu ‘anhu- , ia berkata :

“Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba (tidak sengaja), maka beliau memerintahan aku untuk memalingkan pandanganku”

Dari Buraidah, dia berkata, “Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- berkata kepada Ali -radliyallahu ‘anhu-,

“Wahai Ali janganlah engkau mengikuti pandangan (pertama yang tidak sengaja) dengan pandangan (berikutnya), karena bagi engkau pandangan yang pertama dan tidak boleh bagimu pandangan yang terakhir (pandangan yang kedua).”

Akhir sekali, Allah telah memberi amaran dalam firmanNya,

“Allah mengetahui pengkhianatan (penyelewengan dan ketiadaan jujur) pandangan mata seseorang, serta mengetahui akan apa yang tersembunyi di dalam hati.” (QS Ghafir : 19)

Para ulama telah menafsirkan pengkhianatan pandangan salah satunya adalah dengan memandang wanita bukan mahram.

Maka jelaslah hukum bagi lelaki yang mengaku dirinya beriman, adalah haram bagi mereka memandang kepada wanita yang bukan mahram. Begitu juga kepada wanita, haram bagi mereka untuk memandang kepada lelaki yang bukan mahram.

Namun, dibolehkan untuk tujuan-tujuan seperti ada urusan perbincangan, pembelajaran atau sebagainya selagi mana mata itu tidak memandang dengan tujuan untuk menikmati keindahan rupa paras rakan yang berlawanan jenis itu tadi. Dan, selagi mana perkara ini boleh dielakkan, maka elakkanlah ia. Agar iman di hati akan bercambah dengan risaunya kita akan keadaannya. InsyaAllah.

0 komentar:

Posting Komentar

AHMAD TAUFIK SIREGAR
 
;