Minggu, 05 Desember 2010

Khutbah Juma'at 2011

Khutbah Jum’at – 20090508

Masyarakat Indonesia sedang dilanda ‘virus’ kemarahan. Di banyak tempat, banyak orang yg mudah marah. Di rumah, jalanan, lapangan sepakbola, bahkan di tempat ibadah. Akibatnya kita seperti berada di sebuah negeri yg tidak mempunyai sopan santun pergaulan. Pers dan media juga lebih suka untuk menayangkan dan memberitakan kemarahan daripada meredamnya.
Celakanya, para ulama dan kaum cendekia juga tertular virus ini.
Banyak khotbah, ceramah, dan bahkan makalah yg membahas tentang kemarahan, nada geram, dan muka yg merah padam menahan kemurkaan. Hal ini menimbulkan bahwa khotbah dan makalah yg tidak disertai dg kemarahan bukanlah khotbah dan makalah yg sejati.
Khutbah Jum’at seringkali dijadikan ajang sang ustad untuk menunjukkan kebencian yg luar biasa, menghujat pihak2 tertentu yg tidak sealiran atau sepaham dengannya. Sifat takabur dan merasa lebih pintar akan terasa begitu dominan, sehingga melunturkan semangat dan ruh menasihati dan kebersamaan dalam beragama.
Kegeraman dan kemarahan para ulama dan ustad tidak sedikit yg dipicu dari selebaran2 yg mengajarkan kemarahan dan kegeraman dg dalih “amar ma’ruf dan nahi munkar”. Celakanya, banyak kaum bawah yg tertarik dan menelan mentah-mentah ucapan2 sang khotib/ulama ini. Layaknya aliran bensin yg dilempar korek api, maka masyarakat semakin mudah disulut kemarahannya dengan hal2 yg sifatnya sepele.
Terkadang dalih tekanan ekonomi, ketimpangan sosial dijadikan alasan dan pembenaran untuk perilaku mereka. Namun, semestinya mereka ingat, mereka menganut Islam, agama yg menyebarkan perdamaian dan ketenangan, seperti yg diperlihatkan Rasululloh SAW.
Rasululloh SAW sendiri:
  • Mempunyai budi pekerti yg agung,“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al Qalam(68):4)
  • Lemah lembut, tidak kasar dan tidak kaku sebagaimana ayat berikut,“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Ali ‘Imran(3):159)
  • Suri tauladan yg baik,“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab(33):21)
  • Tidak pernah mengumpat
  • Menjauhi caci maki
  • Tidak menegur dengan cara yg menyakitkan hati
Semoga bangsa ini, termasuk para ulama, bisa meneladani perilaku Rasululloh SAW ini.

Khutbah Jum’at – 20090501

Kerancuan istilah sekarang sering terjadi di masyarakat. Hal ini terjadi karena orang seenaknya saja menggunakan istilah itu, dan tidak mau merujuk ke sumber asalnya. Kerancuan ini sedikit banyak akan membawa dampak, entah itu positif atau negatif, ke masyarakat.
Dalam hal ini, kerancuan terjadi pada istilah ulama, kiai, dan mubaligh.
Banyak orang suka disebut ulama, kiai, dan mubaligh, padahal kemampuan pengetahuan/ilmu ybs sangat tidak mumpuni. Yang menjengkelkannya, orang2 ini malu2 kucing utk disebut ulama, kiai, dan mubaligh. Berpura-pura tidak suka dipanggil dg istilah itu, tapi dg gaya yg ‘setengah hati’. Walhasil orang2 pun kebingungan, apa sih maunya mereka?
Ulama, dalam kamus bahasa Indonesia, mempunyai arti “orang yg ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama Islam.” Dalam bahasa Arab sendiri, ulama mempunyai arti “orang yg berilmu”. Dalam banyak kesempatan, kita juga sering temui pernyataan bahwa ulama adalah pewaris para Nabi.
Dengan definisi2 di atas, maka ulama itu SEMESTINYA:
  • menguasai (dan MENGAMALKAN) kandungan Al Qur’an dan sunnah
  • ilmu, ketakwaan, iman, akhlaknya mesti di atas rata-rata
  • berani mengajak ke arah kebaikan
  • mempunyai keteladanan (menjadi teladan)
  • menjadi pengayom (penengah) dan membawa kesejukan
Kenyataannya, bisa dibilang hampir tidak ada ulama yg bisa memenuhi semua syarat di atas. Tidak sedikit santri2 yg punya cita2 hendak menjadi ulama, di pesantren dia lebih fokus kepada pelajaran bukan pendidikan. Akibatnya saat lulus santri2 tersebut lebih banyak yg PINTAR daripada BERAKHLAK.
Kerancuan juga terjadi pada istilah kiai mubaligh.
Dengan bermodal 1-2 ayat serta hadits “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat”, membuat mereka memilih dipanggil sebagai kiai/mubaligh. Banyak ‘kiai/mubaligh’ muncul dg berbagai macam latar belakang. Artis, bekas napi, politikus, dan masih banyak lagi. Bukannya melarang, tapi jika ilmu yg dimiliki tidak cukup, maka hal ini bisa menjadi bumerang.
Semoga kerancuan ini bisa diakhiri.

Khutbah Jum’at – 20090424

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Al Kahfi(18):28)
Jika engkau menginginkan surga, bergaullah dengan orang/teman yg baik, jika engkau melihatnya, engkau segera mengingat ALLOH SWT. Jika dia berbicara, maka hanya berbicara yg baik. Hindarilah orang-orang yg jahat dan ingatlah firman ALLOH SWT ini,“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang lalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.” – Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab (ku). – Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur’an ketika Al Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (Al Furqan(25):27-29).
Yang dimaksud dengan orang jahat di sini adalah orang yg mengajakmu kepada segala sesuatu yg menjadikanmu lupa kepada ALLOH SWT, seperti mendengar lagu2, melihat film dan gambar porno, dan kegiatan maksiat lainnya. Mereka ini adalah orang2 yg disebut ALLOH dalam ayat berikut,“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Az Zukhruf(43):67).
Berteman hendaknya didasarkan kepada ketaatan kepada ALLOH SWT.
Jika anda dicoba dengan persahabatan yg tidak menjadikan anda dekat dengan ALLOH SWT, maka segera tinggalkan persahabatan itu sebelum mereka meninggalkanmu dan melepaskan diri darimu, yaitu saat berada di neraka.
“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (Al Baqarah(2):166)

Khutbah Jum’at – 20090417

Dua pilar utama yg mempu mengubah sikap mental seseorang adalah iman dan ilmu pengetahuan.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa Sumber Daya Insani (SDI) yang handal merupakan modal dasar yg mutlak untuk dimiliki oleh setiap anak bangsa untuk menarik gerbong bangsa ini menuju gerbang yg cerah gemilang di hari esok. SDI yg handal dan memiliki talenta tak lepas dari 2 faktor yg sangat mempengaruhinya, iman dan ilmu pengetahuan.
Sayangnya, kedua pilar ini pada kenyataannya (di masyarakat) justru terlihat tercerabut. Akibatnya, banyak terjadi kerusakan yg tidak hanya menghancurkan bangunan pribadi, tapi juga merusak tatanan masyarakat secara keseluruhan.
Tatanan peradaban yg keluar dari kepatutan, baik dilihat dari sisi agama maupun budaya akhirnya menjadi hal yg biasa dalam masyarakat. Hal ini membuat nilai2 kebenaran menjadi nisbi dalam ranah penglihatan masyarakat, yg makin permisif (serba boleh).
Gambaran riil dalam masyarakat kita dewasa ini menyadarkan kita untuk kembali pada fitrah yg telah ditanamkan ALLOH SWT kepada tiap manusia untuk kembali pada aturan yg hakiki, yakni Kitab Suci Al Qur’an dan Sunnah Rasululloh SAW.
Pendidikan yg benar dapat dipastikan mampu mengubah cakrawala berpikir seseorang. Selain itu, dia akan menumbuhkan ide2 kreatif (positif) karena adanya iman sebagai penopang.
Intinya, keimanan dan pendidikan mestilah dibangun secara bersamaan.

Khutbah Jum’at – 20090410

Perhatikanlah nikmat ALLOH SWT yg dikaruniakan kepada anda. Lihat jasmani anda, pakaian yg anda kenakan, makanan yg anda makan hingga saat ini, kesehatan yg anda alami, knodisi keluarga yg semuanya baik-baik, dan nikmat-nikmat ALLOH SWT lainnya. Alhamdulillah, segala puji bagi ALLOH SWT yg telah memberikan nikmat2-Nya yg tak terkira kepada kita, walau hari dan tahun berganti. Alhamdulillah juga kita panjatkan karena nikmat luar biasa, yakni HIDAYAH ALLOH SWT, masih menyertai kita.
Saking banyaknya dan beraneka ragamnya nikmat ALLOH SWT yg diberikan kepada hamba2-Nya, entah itu mengaruniakan yg baik, hingga menutupi aib2 kita, maka kebanyakan dari kita jadi bertanya-tanya, nikmat mana yg harus disyukuri? Apakah hanya karunia yg baik? Ataukah termasuk ditutupnya aib kita?
Sesungguhnya ditutupnya aib kita membuktikan bahwa ALLOH SWT masih memberikan kesempatan kepada kita untuk bertaubat (taubat nasuha) dan memohon ampun pada-Nya. Karenanya kita dianjurkan untuk muhasabah.
Hendaknya kita senantiasa bersyukur dalam arti syukur yg sangat mendalam. Janganlah kita menjadi orang yg dikecam oleh ALLOH SWT,”(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), – agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan”(Al Mu’minuun(23):99-100)
Cara Rasululloh SAW bersykur pantas dicontoh. Walau beliau sudah dijamin masuk surga, beliau tidak pernah absen sholat malam. Bahkan hingga kaki2nya bengkak. Ketika istrinya bertanya kepada beliau, jawabannya adalah,”Apakah tidak boleh jika aku ingin menjadi hamba yg banyak bersyukur?”
Setan sendiri mempunyai misi agar manusia tidak bersyukur. “Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, – kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al A’raaf(7):16-17)
Perhatikan juga beberapa ayat berikut:
  • “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim(14):7)
  • “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudaratan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (An Nahl(16):53)
  • “Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (Adh Dhuha(93):11)
Setiap nikmat yg ada, dapat menjadi pembuka atau penutup bagi pintu nikmat lainnya. Rahasia menginginkan nikmat adalah dengan mensyukuri nikmat yg telah ada. Jangan lepaskan nikmat yg besar dengan tidak mensyukuri nikmat yg kecil. Tidak usah risau terhadap nikmat yg belum ada. Justru risaulah jika nikmat yg telah ada tidak disyukuri.

Khutbah Jum’at – 20090403

Sudah menjadi fitrah manusia untuk mendapatkan dan bisa hidup dengan tenang, sejahtera, bahagia, dan sukses di berbagai hal. Keinginan ini akan membuat manusia berusaha (dengan berbagai cara) untuk mencapai hal tersebut. Namun perlu diingat bahwa manusia hanyalah bisa berusaha, namun ALLOH SWT yg menentukan. Karenanya tidak perlu stres dan gelisah apalagi marah sedemikian rupa apabila usaha yg telah dilakukan ternyata gagal meraih kesuksesan/tujuan yg diharapkan.
Sebuah ucapan dari orang bijak menyatakan bahwa “Perjalanan orang yg mencari Tuhan akan berhasil sampai dia berhasil mengalahkan nafsunya. Barang siapa bisa menguasai nafsu maka ia akan bahagia dan sukses. Namun siapa saja yang dikendalikan oleh nafsu, maka ia akan merugi dan hancur.”
ALLOH SWT sendiri berfirman,“Adapun orang yang melampaui batas, – dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, – maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya). – Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, – maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya).” (An Naazi’aa(79)37-41).
Jika merujuk kepada ayat di atas, maka NAFSU adalah kata kunci untuk mencapai ketentraman dan ketenangan jiwa. Namun, nafsu seperti apa yg akan membawa kita untuk meraih itu?
Mari kita pahami tentang jenis-jenis nafsu.
Pertama, An Nafsul Muthmainnah, yakni nafsu/jiwa yg senantiasa mendorong dan mengajak kebaikan dan taat kepada ALLOH SWT. Beberapa sahabat Rasululloh SAW mengutarakan pendapatnya tentang nafsu ini. Ibnu Abbas r.a berkata,”An Nafsul Muthmainnah adalah nafsu/jiwa yg membenarkan semua janji ALLOH SWT dan Rasul-Nya.” Definisi lain dari Qatadah,”Dia adalah seorang mukmin, jiwanya tenang kepada apa yg telah dijanjikan ALLOH SWT.”
Maka, hamba ALLOH SWT yg mempunyai nafsu ini, dia akan:
- merasa tenang melaksanakan semua perintah ALLOH SWT
- merasa tenang meninggalkan larangan ALLOH SWT
- merasa tenang terhadap kabar yg terjadi sesudah mati
- merasa tenang menerima takdir ALLOH SWT
Dengan kata lain, hamba ini akan mengingat firman ALLOH SWT,“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (At Taghaabun(64):11)
Kedua, An Nafsul Lawamah, yakni nafsu/jiwa yg tidak stabil. Jiwa tipe ini akan berganti antara ingat dan lalai, menerima dan menolak, cinta dan benci, dan seterusnya. Ada juga yg mengatakan bahwa nafsu ini adalah nafsu orang beriman yg dalam hidupnya berbuat kebajikan namun terkadang melakukan kesalahan.
Untuk kaum muslim yg mempunyai nafsu/jiwa seperti ini, ALLOH SWT berfirman,”Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”.” (At Tahrim(66):8)
Taubatan nasuha merupakan solusi bagi kaum muslim yg mempunyai nafsu lawamah ini.
Ketiga, An Nafsul Amarah bis Suu’, yakni jiwa/nafsu yg tercela. Jiwa seperti ini akan selalu mengajak kepada keburukan dan maksiat. Siapapun tidak akan terbebas dari keburukan nafsu ini, kecuali dengan pertolongan ALLOH SWT. Hal ini dinyatakan dalam Al Qur’an,“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yusuf(12):53)
Jiwa yg pertama (Muthmainnah) akan selalu dikawal malaikat, dituntun dan didorong agar selalu taat dan patuh kepada ALLOH SWT dan Rasul-Nya, serta selalu berbuat kebaikan. Sedangkan jiwa yg terakhir (Amarah bis Suu’) akan menyebabkan setan mengawal kita. Akibatnya kita akan selalu diajak dan didorong untuk kufur kepada ALLOH SWT dan cenderung berbuat kebatilan.
Orang yg mempunyai jiwa muthmainnah akan mempunyai kehidupan dan akhir kehidupan yg baik (Khusnul Khatimah), sebagaimana tersebut pada,“Hai jiwa yang tenang. – Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. – Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, – dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (Al Fajr(89): 27-30)
*catatan: artikel tentang nafsu juga bisa dibaca di sini*

0 komentar:

Posting Komentar

AHMAD TAUFIK SIREGAR
 
;